Aku lulus dari kampus Ganesha dengan sebuah tekad hidup mandiri dan idealisme yang berapi-api. Aku tidak pernah bercita-cita menjadi PNS, karena imej buruknya terlanjur melekat di kepalaku, yang ada di benakku saat itu adalah bekerja di perusahaan sampai aku mampu memiliki usaha sendiri. Sampai suatu hari orang tuaku memintaku untuk ikut tes PNS. Setelah negosiasi panjang, aku bersedia ikut dengan syarat tes murni, singkat cerita aku lulus sebagai PNS daerah. Saat itu aku masih gamang, dan aku meminta saran dosen pembimbing S1-ku, jawaban beliau, sebaiknya diambil karena barangkali bekerja dekat dengan ortu ada barokahnya tersendiri. Dan aku pun mencoba menjadi CPNS.
Dua tahun bekerja, aku mengerti benar betapa susahnya untuk memegang teguh prinsip dan idealisme. Terlalu banyak kalimat " kenapa begini?" di kepalaku. Awalnya aku berpikir mungkin karena aku masih staf, masih belum punya power untuk merealisasikan ideku. Belakangan aku mengerti, meskipun aku jadi kepala badan sekalipun, akan ada selalu tekanan dan pertentangan yang membuat kita tidak bisa menjalankan sesuatu sesuai dengan prinsip yang kita anggap benar. Konflik tersebut bisa berdampak dalam kehidupan sosial kita. Kita bisa tidak disenangi, dikucilkan, difitnah bahkan dijebak. Menjadi benar saja bisa dianggap salah. Belum lagi beratnya harus menjaga hati kita, karena tuntutan hidup pun semakin berat. Kadang-kadang harapan orang lain di pundak kita rasanya seperti memakan buah simalakama (sejujurnya saya belum pernah liat buahnya kayak apa, hehe). Di satu sisi kita ingin membahagiakan orang lain, entah itu keluarga, teman, kenalan, tapi di satu sisi yang lain kita terikat oleh prinsip. Ternyata, berat sekali menjadi PNS di Indonesia-ku ini. Salah-salah masuk penjara.
Sejujurnya aku takut sekali, takut tidak mampu mempertahankan prinsip, takut berdosa karena lalai menjalankan amanah, takut khilaf jika diberi kekuasaan, takut tidak bisa tabah jika diberi cobaan, takut tidak mampu memenuhi ekspektasi orang lain. Intinya aku menginginkan ketenangan dalam hati dan dalam hidup. Dan PNS rasanya bukan tempatnya.
Many many times, I had the same question, should I quit?
Harta kekayaan memang penting tapi bukan segalanya, karena pengalaman membuktikan bahwa banyak hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Terutama ketenangan hati dan kebahagiaan. Dan aku termasuk orang yang yakin, selagi manusia mau berusaha akan selalu ada jalan untuk mempertahankan hidup. Intinya, mungkin aku masih punya kesempatan untuk meyelamatkan diri sendiri:).
Akan tetapi, aku ingat bahwa kesempatanku untuk menuntut ilmu di negeri sakura ini secara tidak langsung adalah hasil keringat rakyat. Rakyat-ku yang perut buminya dikeruk untuk memperkaya segolongan orang, rakyat-ku yang hutannya digunduli untuk mengenyangi segolongan orang, rakyat-ku yang harus menghirup asap debu polusi untuk memakmurkan segolongan orang, rakyatku yang harus menderita berpisah jauh dari orang-orang yang dicintai, mengadu nasib di negeri orang demi hidup yang lebih baik, rakyat-ku yang tak habis-habisnya dirundung duka nestapa, rakyat-ku yang dininabobokan dengan dongeng-dongeng politikus berhati tikus. Kusadari, masih banyak Pe-er untukku. Aku harus berjuang semampuku sampai aku merasa gak sanggup lagi. Paling tidak, satu hal kecil saja, untuk sesuatu yg lebih baik.
Tuhan yang berkuasa membolak-balikkan hati, tolong tetapkanlah hatiku di Jalan-Mu. Kuatkanlah niatku, luruskan jalanku jika aku khilaf.
SEMUA tentang WakTu
Pada akhirnya...
semua
akan jadi masa lalu,
kemarin, hari ini, esok atau lusa.
semua
akan jadi masa lalu,
kemarin, hari ini, esok atau lusa.
Sunday, September 21, 2008
Friday, July 18, 2008
Atomic bomb Memorial Park, Nagasaki
Beberapa bulan yang lalu aku ke Nagasaki bersama teman-temanku dari China. Salah satu tempat yang kami kunjungi adalah tugu peringatan atomic bomb 08 Agustus 1945. Ketika aku masang tampang senyum saat temenku mengabadikan fotoku dia bilang kamu harusnya pasang tampang sedih karena kenyataannya, kalo kamu bener-bener tau cerita tentang serangan bom atom tersebut, kamu pasti gak mampu tersenyum. Sangat tragis sekali melihat ribuan orang yang gak berdosa menjadi korban perang, korban dari segelintir orang yang berebut kekuasaan.
Aku jawab bahwa aku juga bisa merasakan itu, tapi di satu sisi kalo gak ada kejadian serangan bom atom, aku gak akan pernah tau Indonesia merdeka atau belum. Karena setauku, dari buku sejarah, momen-momen itulah yang dimanfaatkan pemuda Indonesia untuk segera memproklamasikan kemerdekaannya.
Dia terdiam dan bilang bahwa China juga pernah jadi sasaran kekejaman Jepang pada masa Perang. Anyway, kami sepakat bahwa bagaimanapun perang selalu menyisakan kepedihan, pada bangsa penjajah sekalipun, dan yang paling banyak menderita adalah rakyat.
Saturday, June 28, 2008
Sepenggal Kenangan
Kalau dulu, bertahun-tahun lalu, kita menyelusuri jalan yang sama, berulang kali kita saling tersenyum, genggaman tangan yang menghangatkan jiwa, pandangan mata yang sarat cinta, entah cinta yang seperti apa, cinta yang mungkin tak pernah kita pahami maknanya. Saat itu kita masih sangat muda, dan seingatku aku sangat bahagia.
Waktu berlari begitu cepat, semuanya berubah begitu cepat di luar batas kemampuan kita untuk mengubahnya, atau mengembalikannya ke keadaan semula.
Ada masa dimana aku berlari mengejarmu tanpa henti, ada masa dimana aku tak bergeming dalam keputusasaanku, ada masa berharap, ada masa menanti. Aku tak pernah mampu merelakanmu.
Hari ini, saat aku mencoba menyelusuri jalan yang sama, aku tau pasti tak ada binar matamu yang bisa lagi kutatap, tak ada senyum samar dari wajahmu. Tapi aku masih mengenangmu, mengingatmu sesekali. Dan aku mengerti bahwa kenangan adalah kenangan. Karena ia tak akan bisa diraih kembali, karena itu dinamakan kenangan.
Kehilanganmu adalah saat-saat terberat dalam hidupku, ketiadaanmu membuatku rapuh dan sesekali jatuh. Segala tentangmu, segala yang manis dan pahit, terasa sangat getir saat semuanya berputar dikepalaku.
Hari ini aku mengerti bahwa kenangan adalah kenangan. Aku tak lagi berusaha mengulangnya, atau menyalahkan diriku karena tak mampu mengalahkan waktu, atau takdir yang mempertemukan kita lalu merampasmu kembali dariku.
Aku berjalan hari ini, dengan perasaan lega yang tak pernah bisa kudapatkan bertahun-tahun ini. Hari ini aku melangkah dengan satu keyakinan, bahwa hari esok akan mengantarkanku pada sebuah kebahagiaan. Dan kenangan akan tetap tinggal sebagai kenangan.
Waktu berlari begitu cepat, semuanya berubah begitu cepat di luar batas kemampuan kita untuk mengubahnya, atau mengembalikannya ke keadaan semula.
Ada masa dimana aku berlari mengejarmu tanpa henti, ada masa dimana aku tak bergeming dalam keputusasaanku, ada masa berharap, ada masa menanti. Aku tak pernah mampu merelakanmu.
Hari ini, saat aku mencoba menyelusuri jalan yang sama, aku tau pasti tak ada binar matamu yang bisa lagi kutatap, tak ada senyum samar dari wajahmu. Tapi aku masih mengenangmu, mengingatmu sesekali. Dan aku mengerti bahwa kenangan adalah kenangan. Karena ia tak akan bisa diraih kembali, karena itu dinamakan kenangan.
Kehilanganmu adalah saat-saat terberat dalam hidupku, ketiadaanmu membuatku rapuh dan sesekali jatuh. Segala tentangmu, segala yang manis dan pahit, terasa sangat getir saat semuanya berputar dikepalaku.
Hari ini aku mengerti bahwa kenangan adalah kenangan. Aku tak lagi berusaha mengulangnya, atau menyalahkan diriku karena tak mampu mengalahkan waktu, atau takdir yang mempertemukan kita lalu merampasmu kembali dariku.
Aku berjalan hari ini, dengan perasaan lega yang tak pernah bisa kudapatkan bertahun-tahun ini. Hari ini aku melangkah dengan satu keyakinan, bahwa hari esok akan mengantarkanku pada sebuah kebahagiaan. Dan kenangan akan tetap tinggal sebagai kenangan.
Subscribe to:
Posts (Atom)