SEMUA tentang WakTu

Pada akhirnya...
semua
akan jadi masa lalu,

kemarin, hari ini, esok atau lusa.

Wednesday, February 10, 2010

Fenomena di balik Kelulusan CPNS, salah siapa???

Hari ini saya dapat berita dari kampung, tentang kelulusan PNS periode ini. Ada yang bersuka-cita, ada yg nrimo, ada yg protes dr belakang n ada yg mengutuk dr belakang. Kalo begitu banyak orang yang menilai bahwa seleksi CPNS dimanapun di seluruh Indonesia ini tidak fair. Lalu kenapa jarang sekali saya mendengar ada yg protes secara langsung dan membatalkan kelulusan tersebut? Mgkn alasannya bermacam2, tapi menurut pendapat saya salah satu alasannya adalah karena paling tidak diantara sekian yg lulus, entah sejak tahun berapa sampai tahun berapa pasti ada anggota keluarga atau minimal kenalannya lulus dengan cara yg sama. Dan orang Indonesia ini punya solidaritas yang tinggi dengan keluarganya, siapapun diantara kita tentu tidak mau menghancurkan hidup kenalan atau keluarga kita klo ternyata tuduhan tersebut terbukti. Satu-satunya cara untuk menghindari kelulusan dengan cara tidak murni itu menurut saya adalah dengan Law Enforcement, penegakan hukum yg tegas dari jenjang tertinggi sampai jenjang terendah.

Saya pribadi tidak terlalu ambil pusing dengan persoalan ini, dan tidak bermaksud mendiskreditkan pihak manapun. Karena setiap orang punya alasan sendiri untuk setiap yang mereka kejar. Entah pihak yang membantu atau pihak yang dibantu. Ambil contoh, si A anak yang cerdas, tapi dia orang susah dan bukan kenalan siapa2, si B anak cerdas dan keluarganya punya sesuatu entah itu harta, kekuasaan atau kenalan, si C anak yg kurang cerdas tapi keluarganya punya sesuatu, si D anak yg kurang cerdas, susah dan tidak punya kenalan.

Kalo saya jadi si A saya lebih memilih mencari pekerjaan lain, krn A cerdas dan tentunya bisa hidup dimanapun. Tetapi, alangkah sayangnya aset bangsa disia-siakan. Karena jika si A jadi PNS barangkali dia bisa membantu meningkatkan kredibilitas PNS.

Kalo saya jadi si B, saya pribadi tetap memilih mencari pekerjaan lain sesuai dengan kemampuan saya tanpa melibatkan "peran keluarga". Dengan begitu saya tetap bisa mempertahankan kebanggaan dan harga diri saya sebagai pribadi seumur hidup. Tetapi, di lain kasus, keluarga kita begitu menginginkan kita berada di dekat mereka, apapunlah alasannya, entah ibunya sudah tua, bapaknya sakit, dsb, dalam hal ini si B terpaksa memakai cara tidak murni tersebut karena dengan jalur murni dia gak akan lulus meskipun dia cerdas. Apa kita mau nyalahin si B. Dalam hal ini, kita berharap si B akan mampu membuktikan kredibilitasnya dlm pekerjaan tersebut.

Nah, kalo si C, sangat disayangkan sekali. Ingat bahwa segala sesuatu yang diserahkan kepada yang bukan ahlinya tunggulah kehancurannya. Klo si C itu orangnya sadar diri, dia sadar kemampuannya dan berusaha untuk menjalankan tugas sebaik2nya, ya alhamdulillah. Nah, kalo nggak. Saya punya temen dr beberapa developed country, dan rata2 hanya orang2 yg bener2 cerdaslah yang duduk sebagai PNS sehingga mereka begitu dihormati.

Nah, klo si D susah juga. Sudah menjadi kewajiban si A, B, dan C untuk berpikir bagaimana caranya membuka lapangan pekerjaan buat si D. Karena setiap orang pasti punya keterampilan masing2 klo pembinaannya tepat.

Kecerdasan yang saya maksud disini bukan hanya kemampuan akademis, tetapi juga keterampilan, logika berpikir dan kreativitas yang membuat orang mampu mandiri.

Kembali lagi ke topik awal, bagaimana kita menyikapi persoalan ini tergantung pada masing-masing individu, dan diposisi mana kita berada. Tapi kalo kita mau melihat sisi buruk dari tidak transparannya sistem penerimaan CPNS di hampir seluruh wilayah Indonesia, rasanya tanpa saya sebutkan semua juga tau. Seandainya kita mengeluarkan uang 50 juta untuk bisa mendapatkan sesuatu, tentunya kita ingin uang 50 juta kembali lagi ke kita dalam tempo sesingkat2nya plus bonusnya. Lalu, otomatis pikiran kita yang tadinya harus di arahkan ke bagaimana menciptakan kegiatan yang bermanfaat byk buat masyarakat terbagi dengan bagaimana cara mengembalikan pengeluaran kita. Satu hal lagi, kasian sekali dengan orang2 yang belajar begitu keras, berjuang begitu keras, tenaga, pikiran, dana, waktu tapi pada akhirnya terkalahkan oleh sistem yang tidak kondusif. Akibatnya lagi, orang2 akan menganggap pendidikan dan keterampilan tidak penting, yg penting kamu punya ijazah, dari manapun dapetnya, trus kamu punya "chance". Bagaimana masyarakat kita akan maju, yang kaya akan semakin kaya dan yang susah semakin susah.

Setiap kali keluarga saya bertanya pendapat saya tentang persoalan ini, saya selalu bilang saya bukan idealis, tapi saya idealis realistis. Jadi saya tidak menentang siapapun terlibat dalam jejaring ini, meskipun itu kenalan saya atau keluarga saya karena mereka punya alasan masing2, law enforcementlah yg harus diperketat. Tapi, saya akan berusaha sekuat2nya saya untuk menjauh dari lingkaran ini. Karena apa? Karena saya tidak mau kehilangan kebanggaan saya menjadi diri sendiri. Karena saya tidak mau melanggar prinsip yang saya bangun sendiri. Kalo saya sampai ngelanggar prinsip yang saya bangun sendiri, apalagi yang bisa saya banggakan dari diri saya sebagai manusia dimuka bumi ini?

Dan tiap orang punya prinsip dan hidup dengan prinsipnya sendiri dan mengingatnya seumur hidup. Kitalah yang bener2 tahu nilai kita. Orang lain hanya menilai kita dari luar. Karena itu saya juga tidak mau menjudge orang.

Saya mungkin gagal menjadi anak yang baik, kakak yang baik, saudara yg baik, tapi saya tidak mau gagal menjadi diri sendiri.

No comments: